Jumat, 26 Desember 2008

Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah Terus Meningkat

Kamis, 23 Maret 2006 | 00:33 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Giwo Rubianto Wijogo, mengatakan tingkat kekerasan terhadap anak di sekolah ada 780 ribu kasus. "Setiap tahunnya selalu bertambah," ujarnya kemarin.

Menurutnya, tindak kekerasan itu terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, seksual, mental, dan penelantaran. "Pokoknya yang menimbulkan terhadap rasa tidak aman anak, padahal hak anak sudah dilindungi dalam UU 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak," ujarnya.

Guru, kata Giwo, sebaiknya tidak menerapkan ajaran-ajaran pendidikan yang dahulu didapatkannya dalam bentuk kekerasan yang diaplikasikan terhadap anak muridnya. "Walaupun tujuannya untuk mendisiplinkan anak," katanya.

Giwo mengatakan tingkat terbesar bentuk kekerasan terhadap anak berasal dari orang lain sebesar 39,1 persen, dengan usia pada 13 sampai 15 tahun sebesar 44, 1 persen, dan kekerasan seksual sebanyak 56,8 persen. "Itu fenomena gunung es, yang terlihat selalu lebih kecil dari kenyataan," ujarnya.

Giwo meminta kepada pemerintah untuk mempercepat PP Perlindungan Anak sebagai implementasi penyederhanaan UU Perlindungan Anak. "PP itu dimaksudkan untuk memperjelas dan mendetailkan dari UU tentang anak," katanya.

Namun Giwo menyayangkan sikap pemerintah yang hingga kini tidak merealisasikan PP tersebut. "Saya tidak tahu kenapa bisa mandek dua tahun," ujarnya.

Selasa, 23 Desember 2008

Penuntasan Wajar Dikdas di Cianjur Masih Berat

Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tampaknya masih dihadang sejumlah kendala. Antara lain banyaknya bangunan sekolah yang rusak dan masih tingginya angka kekurangan guru, khususnya di tingkat sekolah dasar (SD).
"Bangunan SD yang rusak hingga sekarang masih berjumlah di atas 400 unit. Sedangkan jumlah kekurangan guru mencapai 4.000 orang. Tapi kami targetkan pada 2008 semua bangunan SD yang rusak sudah bisa diperbaiki," ujar Plt Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Cianjur, Drs H Sumitra MM, kepada Suara Karya, Selasa (2/5).
Begitu juga kekurangan guru, lanjut Sumitra, secara bertahap terus ditanggulangi melalui pengangkatan guru PNS, penambahan guru bantu dan guru sukarelawan. "Setiap tahun kami menambah guru baru, baik untuk tingkat SD, SMP, maupun SLTA, sehingga pada 2008 diharapkan jumlah guru relatif memadai," katanya.
Meski demikian, lanjutnya lagi, angka partisipasi melanjutkan sekolah di Cianjur saat ini sebetulnya relatif tinggi. Bahkan untuk tingkat SD, angkanya kini mencapai 108%. Kecuali untuk tingkat SMP, angkanya baru mencapai 68%. "Memang belum semua lulusan SD bisa melanjutkan ke SMP. Tapi tidak berarti mereka yang tidak melanjutkan ke SMP itu menjadi pengangguran. Sebab, sebagian dari mereka menuntut ilmu di pondok-pondok pesantren dan sebagian lagi belajar Paket B setara SMP di pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang tersebar di semua kecamatan," ujarnya.
Untuk meningkatkan angka partisipasi SMP, dalam waktu dekat pihaknya akan menggulirkan program Cerdas Seatap (SMP Satu Atap) di 84 bangunan SD di 12 kecamatan. Antara lain di Naringgul, Cidaun, Sindangbarang, Agrabinta, Cikadu, dan Cibinong.
Sekolah semacam itu akan menggunakan ruang belajar secara bersama-sama di bangunan-bangunan SD yang jauh dari SMP yang ada.
Nantinya, ungkap Kadis Pendidikan Nasional, semua lulusan SD-SD di sekitar SD yang dijadikan SMP Satu Atap bisa melanjutkan sekolahnya. Pasalnya, penyebab masih banyaknya lulusan SD tidak melanjutkan ke SLTP itu antara lain jauhnya tempat tinggal mereka dengan lokasi SMP yang ada. Ini terutama terjadi di wilayah Cianjur selatan. "Daya tampung SMP yang ada sekarang pun belum memadai sehingga akan dibangun ruang-ruang kelas baru," katanya.
Sumitra optimistis, sekalipun berat, Wajar Dikdas 9 Tahun akan tuntas pada 2008. Selain karena adanya program Cerdas Seatap, rehabilitasi sarana dan prasarana belajar dan penambahan tenaga guru, juga ditunjang oleh adanya dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat dan kartu bebas biaya sekolah (KBBS) dari Pemprov Jawa Barat. (Ar-Rasyid)